Info Sekolah
Kamis, 05 Des 2024
  • Website Resmi Pesantren Raudhatun Najah Ayo, Ngaji dan Sekolah di Pesantren Raudhatun Najah
  • Website Resmi Pesantren Raudhatun Najah Ayo, Ngaji dan Sekolah di Pesantren Raudhatun Najah
29 November 2022

Hubungan Guru dan Murid

Sel, 29 November 2022 Dibaca 5x

Mengenai hubungan guru dengan seorang murid, Imam Al-Ghazali menjelaskan:

 يَحْتَاجُ المُرِيدُ إِلَى شَيْخٍ وَأُسْتَاذٍ يَقْتَدِي بِهِ لَا مَحَالَةَ لِيَهْدِيهِ إِلَى سَوَاءِ السَّبِيلِ، فَإِنَّ سَبِيلَ الدِّينِ غَامِضٌ، وَسُبُلَ الشَّيْطَانِ كَثِيرَةٌ ظَاهِرَةٌ. فَمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ يَهْدِيهِ، قَادَهُ الشَّيْطَانُ إِلَى طُرُقِهِ لَا مَحَالَةَ. فَمَنْ سَلَكَ سُبُلَ البَوَادِي المُهْلِكَةِ بِغَيْرِ خَفِيرٍ فَقَدْ خَاطَرَ بِنَفْسِهِ وَأَهْلَكَهَا، وَيَكُونُ المُسْتَقِلُّ بِنَفْسِهِ كَالشَّجَرَةِ التي تَنْبُتُ بِنَفْسِهَا فَإِنَّهَا تَجِفُّ عَلَى القُرْبِ، وَإِنْ بَقِيَتْ مُدَّةً   وَأَوْرَقَتْ لَمْ تُثْمِرْ، فَمُعْتَصَمُ المُرِيدِ شَيْخُهُ، فَلْيَتَمَسَّكْ بِهِ

 Artinya: Seorang murid harus memiliki sosok syaikh dan guru yang diikuti dan menuntunnya ke jalan yang banar. Jalan agama begitu terjal, sementara begitu banyak jalan-jalan setan. Barangsiapa yang tidak memiliki guru, maka setan akan menyesatkan jalannya. Seperti orang yang melewati sebuah pedalaman berbahaya tanpa pemandu, maka akan sangat mengancam keselamatannya. Orang yang tanpa guru, laksana pohon yang tumbuh tanpa diurus. Dalam waktu dekat akan mati. Andai pun pohon itu hidup dalam waktu yang lama, tak akan berbuah. Penjaga murid adalah gurunya. Berpeganglah padanya. (Ihya ‘Ulumiddin, juz 1, halaman 98)

Dari pesan Al-Ghazali di atas, setidaknya kita bisa mengambil dua poin penting terkait hubungan seorang guru dan murid. Pertama, guru adalah petunjuk jalan bagi murid. Ibarat orang yang sedang menjelajahi hutan rimba yang baru saja dijejakinya. Tanpa petunjuk, sangat mungkin tersesat. Bahkan, nyawa bisa menjadi taruhannya.

 Syekh Ahmad Ali al-Rifa’i (w. 1182 M), salah seorang ulama Syafi’iyyah pembentuk tarekat Ar-Rifa’iyyah, berpesan:

  مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ الشَّيْطَانُ

 Artinya: Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan. (Al-Kasyfu ‘an Haqiqah as-Shufiyyah, halaman 321)

Kedua, guru merupakan orang yang merawat si murid. Tanpa perawatan guru melalui ilmu yang diajarkan serta upaya-upaya zahir dan batin yang diberikannya, tidak mungkin seorang murid mampu meraih apa yang hendak dicapainya.

 Al-Ghazali menganalogikannya bagaikan pohon yang tumbuh tanpa perawatan. Pasti akan mati kekeringan. Jika pun hidup, mustahil berbuah. Poin yang kedua ini senada dengan pesan Syekh Abu ‘Ali ad-Daqqaq (w. 412 H), salah seorang ulama sufi. Beliau mengatakan: Pohon yang tumbuh secara liar (tumbuh sendiri dan tidak ada yang merawatnya), jika pun hidup, tidak akan berbuah. Andaikan berbuah, sebagaimana pohon yang tumbuh di pedalaman dan gunung, rasanya tidak seperti buah di kebun. (Al-Mausu’ah al-Muyassarah, halaman 1772).

Syekh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim mengisahkan tentang putra seorang Harun al-Rasyid (khalifah kelima dari kekhalifahan Abbasiyyah yang memerintah antara tahun 786 hingga 803). Suatu ketika, Harun al-Rasyid menyuruh putranya untuk berguru kepada Imam Al-Ashmu’i (w. 831 M). Pada satu kesempatan, sang khalifah melihat putranya sedang membantu mengucurkan air dari wadah untuk wudlu gurunya. Melihat kejadian itu, sang khalifah menegur Imam Al-Ashmu’i: Saya meminta anda untuk mendidik putra saya, mengapa engkau tidak menyuruhnya untuk mengucurkan dengan tangannya saja (bukan melalui wadah)?

Artikel Lainnya